TEMPO.CO, Jakarta – Dalam bahasa Inggris, ashamed atau malu diartikan dengan troubled by guilty feeling atau merasa terganggu adanya rasa bersalah. Bila seseorang tidak merasa terganggu saat melakukan kesalahan, apalagi kesalahan yang dapat berdampak pada rakyat banyak, mungkin harus memeriksakan kadar keimanan dan kesehatan hati nurani.
Banyak melihat contoh perbuatan memalukan namun tidak menjadikan pelaku memiliki rasa malu. Perilaku memalukan itu melibatkan berbagai kalangan, mulai pejabat pemerintah hingga anggota masyarakat. Berikut sejumlah contoh yang diklasifikasikan berdasarkan subyek pelaku.
Pejabat pemerintah/ASN
-Kekayaan melonjak secara tidak wajar, anggota keluarga menampilkan gaya hidup mewah. Setelah terendus KPK hartanya didapat secara tidak sah, berusaha tanpa rasa malu membantah dan melakukan perlawanan terhadap aparat penegak hukum.
-Kepala daerah bergaya hidup borjuis, wajah berkilau, penampilan seperti toko perhiasan berjalan tetapi daerah yang dipimpinnya miskin, warganya kelaparan, jalanan rusak, jembatan dan gedung sekolah banyak yang ambruk.
-Memperoleh jabatan dari hasil menyuap lalu mencari ladang korupsi selama menjabat agar modal kembali. Pejabat seperti ini tak akan pernah melayani masyarakat karena disibukkan dengan misi modal kembali dan memperkaya diri.
-ASN bermental peminta-minta. Setiap layanan yang diberikan harus membuahkan imbalan. Dia akan bekerja sekenanya bila tak ada iming-iming uang terima kasih. Baginya tak memiliki harga diri bukan masalah, yang penting isi kantong sejahtera. Gaji dianggapnya tak seberapa sehingga harus mencari peluang cuan sebanyak-banyaknya dari tugas yang dikerjakan.
-ASN sebagai abdi negara, hidupnya dibiayai anggaran negara, tapi bukan membalasnya dengan kontribusi positif malah menjadi benalu yang menggerogoti keuangan negara. Apakah tidak berpikir bagaimana jika negara mengalami kebangkrutan akibat ulahnya?
Warganet
–Pamer perhiasan emas bahkan sepulang ibadah haji, pamer hamparan uang yang sedang dihitung petugas bank yang didatangkan ke rumah, tas terbuat dari emas, barang-barang merk mahal, dan memamerkan segala macam yang dikiranya mampu menaikkan gengsi.
-Mempertontonkan kebodohan, berkomentar lantang atas hal yang tak diketahui secara pasti atau heboh mengomentari isu yang sebenarnya tidak dikuasai dalam keterbatasan kapasitas pengetahuan dan wawasannya, bergunjing, mengumbar aib, menipu, serta menjual diri di dunia virtual.
Iklan
-Menyebar konten secara bebas tanpa mengindahkan etika, dampak, dan risiko. Setelah ditangkap aparat baru membuat video pernyataan maaf tapi konten negatif itu telah telanjur menyebar luas.
Warga negara
-Sibuk melontarkan kritik kepada pemerintah tanpa berkaca apa kontribusi yang telah diberikan kepada negara. Seringkali kritik asal bunyi tanpa pemahaman yang cukup atas masalah yang diributkan.
-Menjalani gaya hidup tak sehat namun saat sakit meminta pemerintah yang membiayai pengobatan melalui BPJS, seperti orang yang merusak paru-parunya dengan kebiasaan merokok.
-Bapak-bapak yang membelanjakan uang untuk membeli rokok atau pulsa berlebihan sementara anak istri makan dari dana bansos.
-Ibu-ibu yang menggunakan uang belanja untuk membeli produk perawatan wajah tapi anak-anaknya mengalami kurang gizi atau stunting dan menjadi beban pemerintah.
-Membiayai gaya hidup dengan cara berutang sementara kebutuhan dasar terabaikan, termasuk biaya pendidikan anak-anak yang kemudian memanfaatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
-Hidup berkecukupan tapi menyamar menjadi warga miskin demi menikmati berbagai program bantuan sosial.
Pilihan Editor: 5 Ciri Sikap Energy Vampire
Quoted From Many Source